Wednesday, February 11, 2015

Membuat anak berprestasi tanpa ada tekanan dan paksaan dari orang tua

Membuat anak berprestasi tanpa ada tekanan dan paksaan dari orang tua


        Siapa sih yang tidak bangga mempunyai anak yang masih kecil sudah berprestasi, berotak cemerlang dan bersikap santun. Tidak ada orang tua yang bilang tidak. Mala semakin berlomba-lomba membuat sang anak tampil dan berprestasi demi obsesi orang tuanya. tak jarang anak yang masih kecil tersebut diikutkan beberapa les yang menunjang prestasinya, tanpa tahu bahwa si kecil sebenarnya tertekan dan terpasa menjalaninya. Membuat anak berprestasi tidak harus dengan tekanan dan paksaan dari orang tua. Sikap disiplin memang harus tertanam sejak dia masi kecil agar menjadi kebiasaan, tetapi tekanan dan paksaan yang menuntut si anak untuk menjadi pemenang itu lebih berbahaya.
        Saya memiliki seorang putri yang pernah didiagnosa Autis dengan spectrum PDD-NOS,  kisah bagaimana anak saya yang memiliki kekurangan menjadikan sebagai kelebihanya telah saya posting sebelumnya. Sebagai orang tua yang memiliki anak dengan kondisi tersebut, membuatnya menjadi normal sudah merupakan prestasi yang luar biasa, apalagi menjadi berprestasi seperti anak "normal" lainya. Tetapi alhamdulilah prestasi seperti anak normal tersebut juga akhirnya saya dapatkan juga. Saya tidak menuntut anak saya harus berprestasi, memenangkan suatu lomba yang nyata-nyata keinginan saya sebagai orang tua. 
        Jujur setelah dia "sembuh" dari Autisnya dan melihat kemampuan dalam mewarna, saya pernah menuntut anak saya untuk jadi pemenang lomba mewarna. Saat itu masi bersekolah di play grup setelah menajalani terapi beberapa bulan dan  setelah mengikuti les disebuah sanggar, dan progres mewarna yang semakin bagus. Saya mencoba mendaftarkan pada sebuah lomba mewarna kategori Play grup yang diadakan oleh instansi pemerintah. Dengan percaya diri dan yakin bahwa putri saya bisa menang ( karena sebelumnya telah memenangkan lomba mewarna ) saya menuntut agar dia konsentrasi dan harus menang.  Tepat saat lomba dimulai, dan orang tua di persilahkan keluar dari arena lomba mewarna, saya memberi pesan kepada anak saya untuk menyelesaikan lomba, harus rapi dan bagus. Wajah tegang nampak pada putri saya, dari jauh saya perhatikan dia tidak konsentrasi, dan menyerahkan hasil lebih cepat, dan benar ternyata karyanya jauh dari sempurna, belum terselesaikan. Hilang deh harapan saya melihat putri saya membawa piala pulang. Wajahnya terlihat mau menangis ketakutan menghampiri saya. 
     Butuh waktu lama untuk membuat dia kembali mau mengikuti lomba mewarna lagi. Sejak saat itu saya tersadar bahwa tuntutan dan tekanan serta paksaan agar dia menuruti keinginan saya, saya kubur dalam-dalam. Dengan tekanan akan membuat anak menjadi stres dan tidak bisa melakukan yang semestinya. Pendekatan pelan-pelan saya lakukan kembali, saya biarkan anak saya sementara waktu tidak mengikuti kegiatan sanggar mewarna, saya dengarkan ceritanya, saya bebaskan bermain apa saja asal tidak berbahya. Hingga akhirnya dia meminta untuk kembali ke sanggar mewarna dan mencoba ikut lomba mewarna. Saya sudah tidak menuntut untuk menang, bahkan kalau ada lomba saya tawarkan dahulu, apa dia bersedia ikut apa tidak dalam lomba tersebut. Saya katakan tidak menjadi masalah kalah atau menang, asal dia enjoy mengikuti lomba tersebut. Walhasil ada beberapa yang dia ikuti mendapat juara. 
       Tidak membiasakan dia berada pada zona nyaman juga saya rasa perlu, ini untuk menggali bakat lain yang terpendam, karena dia sudah enjoy di bidang mewarna yang menjadi zona nyaman. Suatu saat ada suatu lomba yang diadakan sekolah lain, pihak sekolah mau memasukkan pada lomba mewarna lagi, tetapi ada beberapa lomba yang putri saya ingin ikut, dia bilang lagi bosan sama mewarna, okelah saya meminta dia memilih lomba lainya, dia ingin mencoba lomba puzzle raksasa, saya sampaikan ke sekolah keinginan anak saya, akhirnya sekolah mendaftarkan dia pada lomba tersebut. Pada hari H saya antar bersama papanya, saya semangati dia,  gak harus menang yang penting dia berani mencoba lomba baru. Terlihat dia bersemangat sekali pada saat namanya dipanggil untuk masuk ruangan. Tidak lama kemudi an dia keluar sendirian dan hanya bilang sudah Ma!. Kok cepat pikir saya. Kita pulang dan tidak menunggu hasil lomba, karena akan diwakili pihak sekolah. Alhamdulilah besoknya ada kabar bahagia, ternyata dia mendapat juara 3. 
    Yaa ternyata prestasi gak harus di zona nyaman aja. Pilihan anak saya ternyata juga bisa membuahkan prestasi. Oleh karena itu bunda, jangan paksakan anak mengikuti keinginan orang tua untuk berprestasi, kegiatan  yang membuat dia enjoy kita suport saja, jangan paksakan harus menang, dia tau kemampuannya sendiri dan bagaimana membuat bangga orang tua tanpa harus dipaksa. 

No comments:

Post a Comment