Tuesday, January 20, 2015

Shock setelah anak diagnosa AUTIS, jangan lama-lama, ayoo move on !

Shock setelah anak diagnosa AUTIS,  jangan lama-lama, ayoo move on !


      Ya mungkin hal ini yang akan dialami semua orang tua bila anak didiagnosa AUTIS,  Shock pastinya.  Shock pernah saya alami 3 tahun lalu, saat putri pertama saya masuk kelas Play grup / Pra Sekolah. Usia baru 3 tahun kurang 1bln pada saat itu. Sekitar tahun 2011

         Tapi sebelumnya saya ceritakan putri saya dulu ya....,  putri saya lahir dengan berat 2900 gram, panjang tubuh 49 cm, lahir normal dan terbilang sangat cepat proses persalinannya, masuk di Rumah sakit bersalin pukul 10 malam eh da keluar pukul 12 kurang seperempat alias 11.45 WIB.  Sebagai anak pertama ya... sangat special, baik dalam perlakuan da kasih sayang, semua keinginan putri kecil kami pasti berikan meski  anak tidak pernah meminta, tapi sebagai orang tua, kehadiran putri kecil kami merupakan anugerah dalam pernikahan kami sebagai keluarga. Jadi wajar sekali kalau semua fasilitas anak kami penuhi, mulai baju yang bagus (menurut kami), aneka mainan, hingga kasih sayang yang tak terbatas dari orang tua dan kakek nenek dari kedua orang tua kami, maklum cucu pertama juga dari kedua pihak, lengkap deh kebahagian kita plus keluarga besar kita. 
       Waktu berjalan dari hari kehari, minggu ke minggu, hingga tahun berganti tahun, bayi munggil kami tumbuh  menjadi gadis kecil yang lucu, dengan rambut keriting, pipi cubby, badan sedikit gemuk, tinggi badan diatas rata-rata, menurut saya mungkin faktor genetik dari papanya yang termasuk berpostur tinggi besar hehehe.  
        Hingga usia putri kecil kami menginjak 2,5 th saya ingin dia mengenal lingkungan sosial alias bersosialisasi dengan teman seusia, karena saya tinggal diperumahan yang lumayan sepi penghuninya tanpa ada anak kecil sehingga jarang sekali saya dan putri saya keluar rumah. Sejak menikah saya dan suami memutuskan untuk tinggal terpisah dengan orang tua, meski harus ngontrak, kami pengen hidup mandiri. Jadi dari lingkungan perumahan kami yang sepi tadi saya memutuskan untuk membawa anak saya ke PAUD yang ada di lingkungan rumah orang tua saya, meski jaraknya lumayan jauh, yang penting anak saya bisa mengenal teman-teman lainnya, sedang di TK dekat Perumahan saya masih belum mau menerima, mengingat usia putri saya yang belom mencukupi meskipun body seperti anak TK hehehe.
     Di sekolah PAUD ini, saya berfikir tidak ada kemajuan berarti dalam bersosialisasi, karena waktu hanya 2 jam setiap pertemuan, dengan interval 3 kali pertemuan selama seminggu. Sekolah di PAUD kurang lebih selama 5 bulan, yang akhirnya pada saat tahun ajaran baru saya coba sekolahkan di TK yang dulu pernah menolak putri saya, akhirnya anak saya diterima disekolah ini karena sudah  cukup umur 3 tahun untuk masuk Playgrup. TK ini berbasis Islam jadi kalau sekolah memakai jilbab, tambah cantik deh putri kecil saya pakai jilbab. 2 minggu pertama masih baik-baik saja, banyak teman-temannya yang masih takut ditinggal sang mama diluar kelas. Sedang Anak saya baik-baik saja tuh, pikir saya sih ada manfaatnya sekolah di PAUD jadi sudah berani di tinggal dikelas. 
       Selang 2 minggu adaptasi  disekolah baru, waktunya assessment dari sekolah, dimana sekolah memiliki pakar psikologi anak untuk memantau tumbuh kembang anak-anak disekolah. Hasilnya saya ditelp pihak sekolah untuk   datang ke sekolah dalam rangka  membicarakan hasil assessment anak saya. Tanpa berfikir apa-apa karena memang semua wali murid/santri ditelp dan membicarakan anak-anak mereka disekolah. Sampai disekolah, saya berbicara dengan wali kelasnya, kepala sekolah dan seorang bapak yang memberikan assessment. Dengan membuka pembicaraan sedikit berbasa-basi dari pihak sekolah, akhirnya sang bapak ini berbicara bahwa anak saya termasuk anak special, ia terkena spectrum AUTIS tepatnya PDD-NOS, entah apa yang dijelaskan, yang pasti saya shock.!! dengar kata AUTIS  dan itu menimpa anak saya, rasanya sedih, marah, tidak percaya dan gak bisa bilang apa-apa lagi,  yaa... cuma diam saja dengan berbagai pertanyaan di kepala tetapi tidak bisa keluar di mulut. Akhirnya "rapat" tersebut diakhiri, pengen segera lari pulang meluk bantal dan telp suami.
         Berita tersebut membuat saya Shock parah sehari penuh, cuma bisa nangis, sambil telp suami yang kebetulan diluar kota. Sedang si kecil menemani saya sambil bermain tanpa mengerti mamanya lagi shock..Sebulan kira-kira saya masih belum bisa berfikir jernih, tidak melakukan hal-hal yang berkualitas, cuma memikirkan kenapa? kenapa? dan kenapa? terjadi pada anak saya. Saya salah apa? karma apa? cuma pertanyaaan-pertanyaan negatif dikepala. Untunglah saya memiliki suami yang sangat pengertian, dia yang membantu saya mengurangi shock ini pelan-pelan, dia menerima keadaan putri kami .Bagaimanapun dia anak kita, kita  akan berikan yang terbaik untuknya, kata suamiku. Memang pada saat seperti itu kita hanya butuh teman berbicara, menendengarkan kita dan jadi penyemangat kita. Makasi suamikuu...
         Saya jadi teringat masa-masa  anak saya  sekolah di PAUD. Anak saya cenderung diam, gak mau diarahkan, dan sering "ucul" alias pergi sendiri. meskipun dia saya tinggal, dia gak pernah bingung mencari saya. Tapi kalau berbicara atau verbal dia mampu, 1 perintah dia mampu. Apa ini tanda-tanda anak AUTIS. saya masih menebak-nebak sendiri dikepala.
       Hingga akhirnya sudah 1 bulan lamanya saya tidak berbuat apa-apa cuma bersedih saja, akhirnya saya memberanikan telp sekolah dan meminta waktu untuk bertemu dengan bapak psikolog. Ternyata pertemuan yang kedua membuat pikiran saya terbuka, bapak tersebut mengerti sekali bahwa saya masi shock selama ini, dan itu wajar sekali bagi orang tua yang baru mendengar berita anaknya mengidap AUTIS.  Saya bertanya banyak hal kenapa, darimana dan bagaimana Autis itu. Beliau menjelaskan banyak hal dan meminta saya mencari second opinion buat anak saya ke dokter anak atau psikolog lainya, apabila diagnosa dia salah. Pembicaraan ini membuat saya  Move On ! dan ingin belajar tentang AUTIS. Saya pergi kedokter anak, psikoloq, melahap buku-buku yang berhubungan dengan AUTIS hingga browsing di internet, ikutan milis dan bergabung pada grup yang memiliki anak senasib.
         Ya ayah bunda, kita harus segera move on, jangan lama-lama meratapi keadaan ini, semakin cepat kita bertindak semakin cepat harapan itu muncul. Jangan buang sia-sia waktu yang ada, anak-anak kita membutuhkan waktu dan perhatian lebih dari kita untuk keluar dari keadaan ini. Hal yang sangat penting dan membuat saya Move On adalah saya ingin Anak saya bisa normal seperti teman lainnya dan saya yakin AUTIS bisa sembuh. Kasih sayang saya buat anak saya lebih dari segalanya, melihat dia membuat saya bangkit dari Shock dan berupaya menyembuhkannya.
       Alhamdulilah tulisan ini saya buat setelah saya merasakan hasil perjuangan saya, suami, keluarga dan sekolah serta terapisnya untuk membuat putri saya menjadi "normal" seperti teman-teman seusianya. Saat ini dia sudah siap masuk SD reguler, bagi yang pertama kali melihat dan mengenalnya pasti tidak akan menyangka kalau putri saya pernah diagnosa  AUTIS, karena perilakunya sama dengan anak seusia dia kebanyakan. Dia sudah keluar dari dunianya alias AUTIS.

3 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Boleh minta alamat emailnya mba untuj sharing?

    ReplyDelete
  3. Assalamu alaikum mba..bgm prkmbangan anakx skr?apakah menjalankan program diet?dan terapi apa sj yg dijalankan sebelum terbebas dr autis?

    ReplyDelete