Saturday, January 24, 2015

Kelebihan dibalik kekurangan anak berkebutuhan khusus (ABK), muncul setelah menjalankan terapi

Kelebihan dibalik kekurangan anak berkebutuhan khusus (ABK) saya, muncul setelah menjalankan terapi


         Malam ini saya akan bercerita bragaimana senang rasanya ternyata anak saya yang notabene didiagnosa  autis PDD-NOS memiliki bakat yang terpendam. Bukan maksud menyombongkan diri nih, saya baru memahami bahwa dibalik kekurangan pasti terselip kelebihan, begitu juga sebaliknya, dibalik kelebihan tetep aja ada kekurangan. Manusia gak da yang sempurna, hanya Allah pemilik kesempurnaan itu.

          Saya atau tepatnya kami, selaku orang tua yang berusaha untuk "menormalkan" putri kami, maka saya memutuskan untuk memberikan terapi sesuai dengan saran sekolah. Terapi dilakukan di sekolah, jadi status kelas playgrup untuk sementara tidak diikuti putri saya. Dia mengambil kelas terapi selama 5 hari dalam seminggu dengan durasi waktu 2 jam setiap sesi pertemuan. Sebab kalau saya paksakan ikut kelas reguler  gak mungkin banget.
         Waktu itu usia putri saya sekitar 3 tahun, usia yang tepat untuk intevensi dini. Jadi semakin cepat dilakukan  intervensi lebih cepat si anak ABK menerima pembelajaran. Saya juga diberikan kurikulum pembelajaran yang diberikan kepada anak saya. Saya jadi belajar lagi, semangat deh pokoknya. Keinginan saya cuma satu, membuat anak saya normal seperti anak seusianya. Sepertinya terlalu muluk ya?... ya harus dong, namanya juga harapan, sekalian aja tinggi biar usahanya juga ikutan tinggi hehehe. Satu hal yang pasti, memiliki seorang anak ABK membuat saya lebih dekat kepadaNya. 

            Terapi yang digunakan di terapis adalah terapi ABA (Applied Behavior Analysis ) atau disebut juga metode Lovaas, metode ini saya jelaskan pada postingan selanjutnya ya. Yang pasti dengan terapi metode ABA saya rasa sangat cepat membantu si anak ABK lebih memahami perintah, sehingga perilaku setahap demi setahap mempunyai progress yang baik. 

           Saat menjalankan sesi terapi, putri saya ditempatkan di suatu ruangan tersendiri di sekolah, dengan 1 meja dan 2 kursi berhadapan diantara meja, 1 untuk sang terapis satunya tentu putri saya. Pada saat sesi pengenalan warna dan mewarnai, terlihat hasil kerja putri saya memiliki keunikkan sendiri bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Apabila menggunakan crayon terlihat, pewarnaan yang merata, dan rapi sekali.Terapi mewarna ini berfungsi mengenalkan macam-macam warna dan melatih konsentrasi si anak, sebab anak autis cenderung, tidak bisa diam atau berkonsentrasi. Dan Alhamdulilah dari terapi ini, putri saya jadi senang mewarnai dan lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin ini kelebihan putri saya dibalik kekurangannya. Dengan terapi memunculkan bakat seni anak saya.

           Akhirnya saya berinisiatif mencoba mendaftarkan putri saya pada suatu sanggar mewarna dan melukis, lumayan jauh dari rumah. Waktu les mewarna di sanggar setiap sore 3 kali pertemuan selam seminggu. Awalnya saya takut plus bingung bagaimana nanti anak saya kalau dikelas, eh ternyata mamanya boleh menemani di samping selama les, lega deh. Meski banyak teman-teman putri saya yang tanpa pendamping di tempat les. Jadi deh saya ikut belajar juga, lumayan nih bayar 1 gratis 1 hehehehe. Selama di sanggar proses belajarnya ternyata hampir sama dengan saat terapi, bedanya 1 guru duduk ditengah-tengah beberapa murid yang mengelilinginya dengan meja gambar tiap murid dan posisi duduk lesehen. Santai tapi serius. 

          Pada awal les sang guru tidak mengetahui kalau putri saya seorang ABK, sengaja memang biar sang guru tidak membedakan cara dia mengajar ke anak saya dengan teman-teman lainnya. Saya ikut disamping putri saya sehingga terkadang saya ikut mengulang intruksi  dari sang guru bila putri saya terlihat kebingungan. Alhamdulilah semakin bertambah ilmu saya tentang teknik mewarna, begitu juga putri saya. Semakin mengenal macam warna, gradasi warna dan lebih rapi dalam mewarna. Melihat hasil belajar di sanggar ini, saya mencoba mengikut sertakan pada lomba mewarna kategori playgrup. Pada saat awal-awal ikut lomba mewarnai putri saya tidak pernah menang,  bukan karena mewarnai yang jelek, tapi tidak pernah terselesaikan karena saya tidak disamping dia, sedangkan pada saat les saya selalu disamping dia. Mungkin karena takut dan jadi binggung mencari saya dia meninggalkan mejanya dan tidak terselesaikan. 

          Semakin sering ikut kegiatan lomba akhirnya secara bertahap, putri saya mulai terbiasa saya tinggal. kalau dia mulai binggung mencari saya, saya biasanya melambaikan tangan dan tersenyum sambil mengacung kan jempol saya, dia jadi tenang dan melanjutkan lagi mewarnanya. Hingga Akhinya dapat juga piala pertamanya  duh senangnya saya sebagai mama... ternyata putri saya bisa....meleleh deh air mata dengar pengumuman dia mendapat juara 1. Mungkin kalau orang tua  lainnya liat saya nangis pikiran mereka kok lebay banget saya ya pake nangis segala anaknya menang, ya jelas karena putri saya berbeda dengan anak mereka. Butuh perjuangan yang lebih untuk dapatkan moment ini. 
           Ya Anak ABK saya ternyata memiliki kelebihan dibalik kekuranganya, Allah Maha Adil terhadap umatnya. Tapi perjuangan belum selesai, masih banyak langkah kedepan untuk putri saya membuat semakin baik dan lebih baik. Semangat ya Ayah bunda yang memiliki putraputri ABK.

Wednesday, January 21, 2015

Kenali lebih dini bagaimana ciri-ciri anak penyandang autis

Kenali lebih dini bagaimana  ciri-ciri anak penyandang autis


        Kemarin sudah saya tulis apa itu spectrum autis dan cici-ciri autis pada bayi. Pada tulisan ini saya akan menulis ciri-ciri anak autis. Anak saya dulu didiagnosa spectrum autis PDD-NOS  yang merupakan kepanjangan dari Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified. Untuk penjelasan macam-macam spectrum autis di postingan selanjutnya ya. Karena anak saya termasuk kategori PDD-NOS,  maka ciri-cri autis anak saya tidak begitu sama dengan ciri-ciri autis pada umumnya. 
      Ada beberapa ciri yang tidak ada, Jadi saya sempat menyangkal bahwa anak saya termasuk anak autis, setelah belajar lebih banyak dan semakin menganalisis perilaku anak saya baru saya menyadari memang terdapat beberapa ciri yang dikategorikan anak autis.

 Saya tuliskan beberapa ciri anak yang dikategorikan anak autis, sebagai berikut  :
  1. Anak autis setelah masuk fase balita, apabila dipanggil namanya, dia tidak merespon atau menoleh, seperti tidak mendengar akibat gangguan pendengaran atau telinga (tuli), ini juga bisa terlihat pada saat masi bayi (postingan sebelumnya).  
  2. Anak autis kurang sekali melakukan kontak mata, dan cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain, dan biasanya disertai perilaku tidak wajar seperti menyukai benda gemerlap atau juga sinar. 
  3. Anak autis suka sekali pada kegiatan yang bersifat monoton, dia bisa melakukan hal tersebut dan sangat menikmati  sampai berjam-jam, semisal memutar bola. Ini menunjukan respon pengindraan yang tidak wajar.
  4. Anak autis cenderung mengeksplorasi lingkungan dengan indera peraba, pngecapan dan pembauan seperti anak usia dibawahnya. semisal bila dia memegang benda untuk pertama kalinya, benda tersebut akan dibaui dalulu.
  5. beberapa anak autis tidak bisa berbicara, apabila dia berbicara atau mengeluarkan suara seperti mengguman, tidak jelas, dengan pengulangan yang berulang-ulang, bahkan beberapa juga berteriak-teriak.
  6. Anak penyandang autis tidak mengerti bahasa tubuh atauka pun bahasa non verbal dalam berkomunikasi. 
  7. Anak autis tidak peka dan tidak berperasaan yang artinya tidak bisa memahami emosi orang lain
  8.  Anak autis suka sekali melakukan gerakan yang tidak wajar dan berulang-ulang, semisal melambaikan tangan, mengepak-ngepakan tangan seperti ayam, bahkan berputar-putar tanpa terasa pusing.

     Ayah bunda dapat melakukan intervensi sejak dini bila sudah diketahui ciri-ciri diatas. atau lebih ringkasnya indikator perilaku anak autis sebagai berikut :

  1. Tampak tidak mengerti kata
  2. Ekspresi wajah yang datar
  3. Mengerti dan mengunakan kata secara terbatas 
  4. Jarang memulai komunikasi
  5. Mengeluarkan suara yang aneh
  6. Tidak meniru aksi atau suara
  7. Membeo atau mengulang kata

Sedangkan dari segi komunikasi dengan orang lain, anak autis memiliki ciri sebagai berikut :

  1. Tidak memiliki senyum sosial
  2. Tdak merespon atau responsif
  3. Tidak komunikasi dengan mata atau tidak ada kontak mata
  4. Kontak mata terbatas 
  5. Sangat menikmati bermain sendiri
  6. Tidak bisa melakukan permainan giliran
  7. Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat

     Jadi ayah bunda bila mendapati anak kita memiliki cici-ciri yang telah saya tuliskan diatas, cobalah cari second opinion dengan membawa ke dokter anak, psikolog anak atau klinik tumbuh kembang anak. Semakin kita menyadari ketidak beresan pada anak kita sejak usia dini, semakin cepat kita membawa anak keluar dari masalahnya. Jangan sampai terlambat ya, menjadi orang tua yang cermat dan peka terhadap tumbuh kembang anak, fasilitas bukan yang utama ayah bunda.



Mengenal apa itu spectrum autis dan ciri-ciri autis pada bayi

Mengenal apa itu spectrum autis dan ciri-ciri autis pada bayi

 

         Apa sih autis itu? sering kita mendengar orang bilang lagi autis nih sama hape atau apalaah, heeem rasanya bagi saya atau orang tua yang memiliki anak yang mengidap autis pengen banget nabok tuk orang, belom perna ngrasain punya anak autis beneran apa, seenak udelnya menfsirkan kata Autis. Mengingat Autis sendiri berasal dari kata "autos" yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti faham. Bila dijabarkan Autisme berarti suatu gangguan perilaku dimana hanya faham terhadap dunianya sendiri saja, sehingga ketidakmampuan ini mengakibatkan gangguan komunikasi, interaksi sosial, pola bermain dan perilaku emosi.

       Jadi saya mohon jangan menafsirkan autis itu sendiri menjadi kata kiasan untuk mengatakan lagi sibuk dengan dunianya. Bagi mereka yang menafsirkan kata autis sebagai olok-olok atau kiasan pasti belom mengerti benar apa artinya apalagi berinteraksi dengan pengidap autis. Janganlah mengunakan kata autis ini sebagai kiasan, menyakitkan loh bagi orang tua yang memiliki anak autis. Sakitnya tuh disini......

       Saya jadi ingat semasa anak pertama saya masih bayi, memang agak berbeda secara perilaku dan kebiasaannya dibanding bayi pada umumnya, apa salahnya kita cermati perilaku anak kita sejak bayi. Ciri-ciri autis bisa dilihat sejak bayi, secara umum sebagai berikut :

  1. Senyum sosial tidak muncul, pada usia 3 bulan ke atas apabila bayi diajak tersenyum, dia tidak merespon senyuman itu, alias tidak tersenyum.
  2. Bahasa tubuh yang kurang, semisal ingin digendong dia tidak mengangkat tangannya tanda ingin digendong.
  3. Tidak berekspresi bila dipanggil namanya, seperti tuli tidak mendengar namanya dipanggil.
  4. Interaksi sosial yang kurang
  5. Usia 6 bulan temperamen pasif, diikuti iritabilitas yang tinggi
  6. Mendekati usia 1 tahun atau 12 bulan, terlihat ekspresi muka yang kurang hidup alias datar
  7. Pada usia 1 tahun atau 12 bulan menujukan gangguan komunikasi dan bahasa
  8. Bayi seperti enggan dan menghindari tatapan mata ibu
  9. Bayi kelihatan tenang saat ditinggal, tidak merengek biasanya usia 1 tahun ke atas, merasa nyaman saat sendirian

       Terdapat juga kasus tertentu,  bayi mengalami pertumbuhan yang sama dengan bayi lainnya di usia yang sama, tetapi tiba-tiba terhenti di usia 12-24 tahun. Dan menujukan ciri autis lainnya semisal terlambat berbicara atau mala tidak bisa berbicara sama sekali.  Hal ini bukan disebabkan karena gangguan pendengaran atau telinga tetapi adanya gangguan  dalam berkomunikasi. Menginjak  anak balita terlihat bahasa yang digunakan terdengar aneh dan berulang-ulang. pada saat bermain terlihat kurang variatif dan imajinatif dalam bermain.

       Pada ini saya juga memiliki bayi yang baru berusia 1 tahun 1 bulan, ciri-ciri  tersebut Alhamdulilah tidak ada, dan semoga juga tidak muncul. pernah was-was juga pada saat l hamil anak ke 2, ada perasaan takut, kalau anak ke 2 mengalami hal sama dengan kakaknya. Alhamdulilah sejak bayi hingga umur 1 tahun ini, bayi saya berperilaku normal dan cenderung  aktif. Sedang si kakak sangat perhatian dan sayang sekali sama adek, juga semakin pintar .Bisa jadi karena adanya adik, semakin terasah kemampuan fisik, motorik dan emosi kakak. Saya berani hamil lagi juga karena kakak sudah bisa mandiri, pintar dan sangat memahami adanya adik, serta sudah sembuh dari autis. Libatkan kakak selama masa kehamilan sangat berpengaruh pada emosi dia saat sang adik lahir ke dunia.

Tuesday, January 20, 2015

Shock setelah anak diagnosa AUTIS, jangan lama-lama, ayoo move on !

Shock setelah anak diagnosa AUTIS,  jangan lama-lama, ayoo move on !


      Ya mungkin hal ini yang akan dialami semua orang tua bila anak didiagnosa AUTIS,  Shock pastinya.  Shock pernah saya alami 3 tahun lalu, saat putri pertama saya masuk kelas Play grup / Pra Sekolah. Usia baru 3 tahun kurang 1bln pada saat itu. Sekitar tahun 2011

         Tapi sebelumnya saya ceritakan putri saya dulu ya....,  putri saya lahir dengan berat 2900 gram, panjang tubuh 49 cm, lahir normal dan terbilang sangat cepat proses persalinannya, masuk di Rumah sakit bersalin pukul 10 malam eh da keluar pukul 12 kurang seperempat alias 11.45 WIB.  Sebagai anak pertama ya... sangat special, baik dalam perlakuan da kasih sayang, semua keinginan putri kecil kami pasti berikan meski  anak tidak pernah meminta, tapi sebagai orang tua, kehadiran putri kecil kami merupakan anugerah dalam pernikahan kami sebagai keluarga. Jadi wajar sekali kalau semua fasilitas anak kami penuhi, mulai baju yang bagus (menurut kami), aneka mainan, hingga kasih sayang yang tak terbatas dari orang tua dan kakek nenek dari kedua orang tua kami, maklum cucu pertama juga dari kedua pihak, lengkap deh kebahagian kita plus keluarga besar kita. 
       Waktu berjalan dari hari kehari, minggu ke minggu, hingga tahun berganti tahun, bayi munggil kami tumbuh  menjadi gadis kecil yang lucu, dengan rambut keriting, pipi cubby, badan sedikit gemuk, tinggi badan diatas rata-rata, menurut saya mungkin faktor genetik dari papanya yang termasuk berpostur tinggi besar hehehe.  
        Hingga usia putri kecil kami menginjak 2,5 th saya ingin dia mengenal lingkungan sosial alias bersosialisasi dengan teman seusia, karena saya tinggal diperumahan yang lumayan sepi penghuninya tanpa ada anak kecil sehingga jarang sekali saya dan putri saya keluar rumah. Sejak menikah saya dan suami memutuskan untuk tinggal terpisah dengan orang tua, meski harus ngontrak, kami pengen hidup mandiri. Jadi dari lingkungan perumahan kami yang sepi tadi saya memutuskan untuk membawa anak saya ke PAUD yang ada di lingkungan rumah orang tua saya, meski jaraknya lumayan jauh, yang penting anak saya bisa mengenal teman-teman lainnya, sedang di TK dekat Perumahan saya masih belum mau menerima, mengingat usia putri saya yang belom mencukupi meskipun body seperti anak TK hehehe.
     Di sekolah PAUD ini, saya berfikir tidak ada kemajuan berarti dalam bersosialisasi, karena waktu hanya 2 jam setiap pertemuan, dengan interval 3 kali pertemuan selama seminggu. Sekolah di PAUD kurang lebih selama 5 bulan, yang akhirnya pada saat tahun ajaran baru saya coba sekolahkan di TK yang dulu pernah menolak putri saya, akhirnya anak saya diterima disekolah ini karena sudah  cukup umur 3 tahun untuk masuk Playgrup. TK ini berbasis Islam jadi kalau sekolah memakai jilbab, tambah cantik deh putri kecil saya pakai jilbab. 2 minggu pertama masih baik-baik saja, banyak teman-temannya yang masih takut ditinggal sang mama diluar kelas. Sedang Anak saya baik-baik saja tuh, pikir saya sih ada manfaatnya sekolah di PAUD jadi sudah berani di tinggal dikelas. 
       Selang 2 minggu adaptasi  disekolah baru, waktunya assessment dari sekolah, dimana sekolah memiliki pakar psikologi anak untuk memantau tumbuh kembang anak-anak disekolah. Hasilnya saya ditelp pihak sekolah untuk   datang ke sekolah dalam rangka  membicarakan hasil assessment anak saya. Tanpa berfikir apa-apa karena memang semua wali murid/santri ditelp dan membicarakan anak-anak mereka disekolah. Sampai disekolah, saya berbicara dengan wali kelasnya, kepala sekolah dan seorang bapak yang memberikan assessment. Dengan membuka pembicaraan sedikit berbasa-basi dari pihak sekolah, akhirnya sang bapak ini berbicara bahwa anak saya termasuk anak special, ia terkena spectrum AUTIS tepatnya PDD-NOS, entah apa yang dijelaskan, yang pasti saya shock.!! dengar kata AUTIS  dan itu menimpa anak saya, rasanya sedih, marah, tidak percaya dan gak bisa bilang apa-apa lagi,  yaa... cuma diam saja dengan berbagai pertanyaan di kepala tetapi tidak bisa keluar di mulut. Akhirnya "rapat" tersebut diakhiri, pengen segera lari pulang meluk bantal dan telp suami.
         Berita tersebut membuat saya Shock parah sehari penuh, cuma bisa nangis, sambil telp suami yang kebetulan diluar kota. Sedang si kecil menemani saya sambil bermain tanpa mengerti mamanya lagi shock..Sebulan kira-kira saya masih belum bisa berfikir jernih, tidak melakukan hal-hal yang berkualitas, cuma memikirkan kenapa? kenapa? dan kenapa? terjadi pada anak saya. Saya salah apa? karma apa? cuma pertanyaaan-pertanyaan negatif dikepala. Untunglah saya memiliki suami yang sangat pengertian, dia yang membantu saya mengurangi shock ini pelan-pelan, dia menerima keadaan putri kami .Bagaimanapun dia anak kita, kita  akan berikan yang terbaik untuknya, kata suamiku. Memang pada saat seperti itu kita hanya butuh teman berbicara, menendengarkan kita dan jadi penyemangat kita. Makasi suamikuu...
         Saya jadi teringat masa-masa  anak saya  sekolah di PAUD. Anak saya cenderung diam, gak mau diarahkan, dan sering "ucul" alias pergi sendiri. meskipun dia saya tinggal, dia gak pernah bingung mencari saya. Tapi kalau berbicara atau verbal dia mampu, 1 perintah dia mampu. Apa ini tanda-tanda anak AUTIS. saya masih menebak-nebak sendiri dikepala.
       Hingga akhirnya sudah 1 bulan lamanya saya tidak berbuat apa-apa cuma bersedih saja, akhirnya saya memberanikan telp sekolah dan meminta waktu untuk bertemu dengan bapak psikolog. Ternyata pertemuan yang kedua membuat pikiran saya terbuka, bapak tersebut mengerti sekali bahwa saya masi shock selama ini, dan itu wajar sekali bagi orang tua yang baru mendengar berita anaknya mengidap AUTIS.  Saya bertanya banyak hal kenapa, darimana dan bagaimana Autis itu. Beliau menjelaskan banyak hal dan meminta saya mencari second opinion buat anak saya ke dokter anak atau psikolog lainya, apabila diagnosa dia salah. Pembicaraan ini membuat saya  Move On ! dan ingin belajar tentang AUTIS. Saya pergi kedokter anak, psikoloq, melahap buku-buku yang berhubungan dengan AUTIS hingga browsing di internet, ikutan milis dan bergabung pada grup yang memiliki anak senasib.
         Ya ayah bunda, kita harus segera move on, jangan lama-lama meratapi keadaan ini, semakin cepat kita bertindak semakin cepat harapan itu muncul. Jangan buang sia-sia waktu yang ada, anak-anak kita membutuhkan waktu dan perhatian lebih dari kita untuk keluar dari keadaan ini. Hal yang sangat penting dan membuat saya Move On adalah saya ingin Anak saya bisa normal seperti teman lainnya dan saya yakin AUTIS bisa sembuh. Kasih sayang saya buat anak saya lebih dari segalanya, melihat dia membuat saya bangkit dari Shock dan berupaya menyembuhkannya.
       Alhamdulilah tulisan ini saya buat setelah saya merasakan hasil perjuangan saya, suami, keluarga dan sekolah serta terapisnya untuk membuat putri saya menjadi "normal" seperti teman-teman seusianya. Saat ini dia sudah siap masuk SD reguler, bagi yang pertama kali melihat dan mengenalnya pasti tidak akan menyangka kalau putri saya pernah diagnosa  AUTIS, karena perilakunya sama dengan anak seusia dia kebanyakan. Dia sudah keluar dari dunianya alias AUTIS.